Kamis, 15 Maret 2012

Malaysia Wali Dalam Hukum Keluarga


MALAYSIA
Oleh SUGIRI PERMANA
Kekuasaan Malaysia terletak pada Yang di-Pertuan Agong[1]. Sedangkan pelaksanaan eksekutif dilakukan oleh Perdana Menteri. Kekuasaan negara terletak pada kerajaan pusat yang beribu kota di Kuala Lumppur dengan terdiri dari 13 kerajaan negeri federasi yaitu Johor, Kedah, Kelantan, Malaka, Negerisembilan, Pahang, Perak, Perlis, Pulau Pinang, Sabah, Serawak, Selangor dan Trengganu dan tiga wilayah persektuandiantaranya Kuala Lumpur, Labuan dan Putra Jaya.[2] Malaysia berpenduduk sekitar 27.300.000 jiwa dengan penduduk muslim 60,4 % dari total penduduknya. Muslim Malaysia mayoritas bermazhab Syafii.[3]

Pemerintah Negeri Melayu. Malaysia telah melakukan pemilihan raja sejak merdeka dari Inggris pada 1957.[4] Dalam tatanan unik, raja dipilih oleh dan digilir di antara para raja dari sembilan negara bagian Malaysia yang masih dipimpin raja. Empat negara bagian lain tak dipimpin oleh raja. Malaysia merupakan salah satu kerajaan yang menganut sistem Pergiliran kekuasaan.

Negara Malaysia pernah berada di bawah kekuasaan Portugis dan Belanda sebelum menjadi wilayah jajahan Inggris sejak akhir abad ke-18. Traktat Inggris-Belanda yang ditandatangani pada tahun 1824 di London meresmikan kekuasaan Inggris di wilayah yang sekarang dikenal sebagai Malaysia dan Singapura. Kedua Negara ini adalah penerus wilayah-wilayah yang pada masa penjajahan disebut Straits Settlement ( Penang, Singapura dan Malaka), Federated Malay States ( Selangor, Perak, Pahang, Negeri Sembilan) dan Unfederated Malay States (Perlis, Kedah, Kelantan, Terengganu, dan Johor). Sabah dan Serawak yang dulu disebut sebagai Borneo Inggris, kemudian bergabung dengan Malaysia. Federasi Malaysia telah merdeka dari jajahan Inggris pada tanggal 31 Agustus 1957.

Hukum Keluarga Malaysia
Sejak tahun 1880 Inggris mengakui keberadaan hukum perkawinan dan perceraian Islam dengan memperkenalkan Mohammedan Marriage Ordinance, No.V Tahun 1880 untuk diberlakukan di Negara-negara selat (Pulau Pinang, Malaka, dan Singapore). Sebelum masuknya Inggris hukum yang berlaku adalah hokum Islam yang masih bercampur dengan hukum adat, menurut Abdul Munir Yaacob mengatakan bahwa undang-undang yang berlaku dinegara-negara bagian sebelum campur tangan inggris adalah adat pepatuh untuk kebanyakan orang-orang Melayu di Negarasembilan dan beberapa kawasan di Malaka, dan adapt Temenggung dibagian semenanjung. Sedangkan orang Melayu di Serawak mengikuti Undang-undang Mahkamah Melayu Serawak.
Undang-undang tersebut sangat dipengaruhi oleh hukum Islam dan utamanya dalam maslah perkawinan, perceraian dan jual beli. Sementara untuk Negara-negara Melayu bersekutu ( perak, Selangor, Negeri sembilan, dan Pahang) diberlakukan Registration of Muhammadan Marriages and Divorces Enactment 1885 dan untuk Negara-negara Melayu tidak bersekutu atau Negara-negara bernaung (kelantan, terengganu, perils, Kedah dan Johor) diberlakukan The Divorce Regulation tahun 1907. Menurut Khoiruddin Nasution bahwa setelah terjadinya pembaharuan UU Keluaraga Malaysia maka apabila dikelompokan maka Undang-Undang keluarga Islam yang berlaku di Malaysia akan lahir dua kelompok besar:
1. UU yang mengikuti akta persekutuan yakni Selangor, Negeri Sembilan, pulau Pinang, Pahang, Perlis, Terengganu, Serawak dan Sabah
2. Kelantan, Johor, Malaka, dan Kedah meskipun dicatat banyak persamaannya tetapi ada perbedaan yang cukup menyolok, yakni dari 134 pasal yang ada terdapat perbedaan sebanyak 49 kali.

Kedudukan Wali Dalam Hukum Keluarga Malaysia
Pada kurun waktu 1983-1985 terdapat beberapa peraturan hukum keluarga di Malaysia. Tahun 1983, dikeluarkan hukum keluarga Islam di Klantan, Negri Sembilan dan Malaka. Tahun 1984 di Kedah, Selangor dan wilayah Persekutuan serta tahun 1985 di Penang. Hukum Keluarga Islam Malaysia tahun 1984 (yang berlaku di wilayah federal) telah menggantikan undang-undang sebelumnya yaitu Selangor Enactment tahun 1952 yang terdiri dari 135 Pasal. Undang-Undang ini isinya hampir sama dengan undang-undang yang berlaku di wilayah lainnya yang ditetapkan antara tahun 1983-1985. [5]
Latar belakang mazhab yang dianut di sebagian besar masyarakat muslim Malaysia yaitu mazhab Syafii [6]sangat berpengaruh pada hukum keluarganya27. Perempuan tidak mempunyai hak sama sekali untuk menikahkan dirinya dengan orang lain, karena hak wali berada pada ayahnya (dan seterusnya) bukan pada dirinya sendiri. Hukum keluarga di Malaysia mengenal adanya wali mujbir yaitu ayah dan kakek serta wali raja yang dalam fiqh di kenal wali hakim. Kedudukan wali dalam hukum keluarga Malaysia sangat penting, hal ini dituangkan pada Pasal 7 yang menerangkan bahwa untuk sebuah pernikahan dapat dilakukan oleh seorang wali di depan petugas, oleh wakil wali atau oleh petugas pencatat nikah yang bertindak atas nama wali. Apabila wali nasab tidak ada, wali raja bertindak untuk menjadi wali pernikahan.


[1] Yang Dipertuan Agong adalah gelar raja tertinggi Malaysia, Jabatan ini digilirkan setiap lima tahun antara sembilan Pemerintah Negeri Melayu. Malaysia telah melakukan pemilihan raja sejak merdeka dari Inggris pada 1957. Dalam tatanan unik, raja dipilih oleh dan digilir di antara para raja dari sembilan negara bagian Malaysia yang masih dipimpin raja. Empat negara bagian lain tak dipimpin oleh raja. Malaysia merupakan salah satu kerajaan yang menganut sistem Pergiliran kekuasaan. Lihat Yang di-Pertuan Agong, http://id.wikipedia.org/wiki/Yang_di-Pertuan_Agong
[2] Sistem Pemerintahan di Malaysia, http://oneforallblog.blogspot.com/2008/12/sistem-pemerintahan-di-malaysia.html
[3]4http://wikimediafoundation.org/wiki/Special:LandingCheck?landing_page=WMFJA1&language=en&country=ID&utm_source=20101202_JA006A_EN&utm_medium=sitenotice&utm_campaign=20101202JA008
[4]5Hukum Keluarga Islam Di Malaysia,http://fathudin.blogspot.com /2010/02/ hukum-keluarga- islam- di-malaysia.html
[5] Tahir Mahmood, 1987, hal. 221
[6] Malaysia, Brunei, Singapore termasuk Indonesia merupakan negara di bagian Asean yang sebagian besar menganut mazhab Syafi‟i, Tahir Mahmood, 1972, hal. 199, dalam edisi 1987, Tahir Mahmood menyebutkan Malaysia sebagai pusat pengembangan dari mazhab Syafi‟i, Tahir Mahmood, 1987, hal. 219.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar