MALAYSIA
Oleh SUGIRI PERMANA
Oleh SUGIRI PERMANA
Kekuasaan Malaysia terletak pada Yang
di-Pertuan Agong[1].
Sedangkan pelaksanaan eksekutif dilakukan oleh Perdana Menteri. Kekuasaan
negara terletak pada kerajaan pusat yang beribu kota di Kuala Lumppur dengan
terdiri dari 13 kerajaan negeri federasi yaitu Johor, Kedah, Kelantan, Malaka,
Negerisembilan, Pahang, Perak, Perlis, Pulau Pinang, Sabah, Serawak, Selangor
dan Trengganu dan tiga wilayah persektuandiantaranya Kuala Lumpur, Labuan dan
Putra Jaya.[2]
Malaysia berpenduduk sekitar 27.300.000 jiwa dengan penduduk muslim 60,4 % dari
total penduduknya. Muslim Malaysia mayoritas bermazhab Syafi‟i.[3]
Pemerintah Negeri Melayu. Malaysia telah
melakukan pemilihan raja sejak merdeka dari Inggris pada 1957.[4] Dalam
tatanan unik, raja dipilih oleh dan digilir di antara para raja dari sembilan
negara bagian Malaysia yang masih dipimpin raja. Empat negara bagian lain tak
dipimpin oleh raja. Malaysia merupakan salah satu kerajaan yang menganut sistem
Pergiliran kekuasaan.
Negara Malaysia pernah berada di bawah
kekuasaan Portugis dan Belanda sebelum menjadi wilayah jajahan Inggris sejak
akhir abad ke-18. Traktat Inggris-Belanda yang ditandatangani pada tahun 1824
di London meresmikan kekuasaan Inggris di wilayah yang sekarang dikenal sebagai
Malaysia dan Singapura. Kedua Negara ini adalah penerus wilayah-wilayah yang
pada masa penjajahan disebut Straits Settlement ( Penang, Singapura dan
Malaka), Federated Malay States ( Selangor, Perak, Pahang, Negeri Sembilan) dan
Unfederated Malay States (Perlis, Kedah, Kelantan, Terengganu, dan Johor).
Sabah dan Serawak yang dulu disebut sebagai Borneo Inggris, kemudian bergabung
dengan Malaysia. Federasi Malaysia telah merdeka dari jajahan Inggris pada
tanggal 31 Agustus 1957.
Hukum Keluarga Malaysia
Sejak tahun 1880
Inggris mengakui keberadaan hukum perkawinan dan perceraian Islam dengan
memperkenalkan Mohammedan Marriage Ordinance, No.V Tahun 1880 untuk
diberlakukan di Negara-negara selat (Pulau Pinang, Malaka, dan Singapore).
Sebelum masuknya Inggris hukum yang berlaku adalah hokum Islam yang masih
bercampur dengan hukum adat, menurut Abdul Munir Yaacob mengatakan bahwa
undang-undang yang berlaku dinegara-negara bagian sebelum campur tangan inggris
adalah adat pepatuh untuk kebanyakan orang-orang Melayu di Negarasembilan dan
beberapa kawasan di Malaka, dan adapt Temenggung dibagian semenanjung.
Sedangkan orang Melayu di Serawak mengikuti Undang-undang Mahkamah Melayu
Serawak.
Undang-undang tersebut
sangat dipengaruhi oleh hukum Islam dan utamanya dalam maslah perkawinan,
perceraian dan jual beli. Sementara untuk Negara-negara Melayu bersekutu (
perak, Selangor, Negeri sembilan, dan Pahang) diberlakukan Registration of
Muhammadan Marriages and Divorces Enactment 1885 dan untuk Negara-negara Melayu
tidak bersekutu atau Negara-negara bernaung (kelantan, terengganu, perils,
Kedah dan Johor) diberlakukan The Divorce Regulation tahun 1907. Menurut
Khoiruddin Nasution bahwa setelah terjadinya pembaharuan UU Keluaraga Malaysia
maka apabila dikelompokan maka Undang-Undang keluarga Islam yang berlaku di
Malaysia akan lahir dua kelompok besar:
1. UU yang mengikuti
akta persekutuan yakni Selangor, Negeri Sembilan, pulau Pinang, Pahang, Perlis,
Terengganu, Serawak dan Sabah
2. Kelantan, Johor,
Malaka, dan Kedah meskipun dicatat banyak persamaannya tetapi ada perbedaan
yang cukup menyolok, yakni dari 134 pasal yang ada terdapat perbedaan sebanyak
49 kali.
Kedudukan Wali Dalam
Hukum Keluarga Malaysia
Pada kurun waktu
1983-1985 terdapat beberapa peraturan hukum keluarga di Malaysia. Tahun 1983,
dikeluarkan hukum keluarga Islam di Klantan, Negri Sembilan dan Malaka. Tahun
1984 di Kedah, Selangor dan wilayah Persekutuan serta tahun 1985 di Penang.
Hukum Keluarga Islam Malaysia tahun 1984 (yang berlaku di wilayah federal)
telah menggantikan undang-undang sebelumnya yaitu Selangor Enactment tahun 1952
yang terdiri dari 135 Pasal. Undang-Undang ini isinya hampir sama dengan
undang-undang yang berlaku di wilayah lainnya yang ditetapkan antara tahun
1983-1985. [5]
Latar belakang mazhab
yang dianut di sebagian besar masyarakat muslim Malaysia yaitu mazhab Syafi‟i [6]sangat
berpengaruh pada hukum keluarganya27. Perempuan tidak mempunyai hak sama sekali
untuk menikahkan dirinya dengan orang lain, karena hak wali berada pada ayahnya
(dan seterusnya) bukan pada dirinya sendiri. Hukum keluarga di Malaysia
mengenal adanya wali mujbir yaitu ayah dan kakek serta wali raja yang dalam
fiqh di kenal wali hakim. Kedudukan wali dalam hukum keluarga Malaysia sangat
penting, hal ini dituangkan pada Pasal 7 yang menerangkan bahwa untuk sebuah
pernikahan dapat dilakukan oleh seorang wali di depan petugas, oleh wakil wali
atau oleh petugas pencatat nikah yang bertindak atas nama wali. Apabila wali
nasab tidak ada, wali raja bertindak untuk menjadi wali pernikahan.
[1] Yang
Dipertuan Agong adalah gelar raja tertinggi Malaysia, Jabatan ini digilirkan
setiap lima tahun antara sembilan Pemerintah Negeri Melayu. Malaysia telah melakukan pemilihan raja sejak
merdeka dari Inggris pada 1957. Dalam tatanan unik, raja dipilih oleh dan
digilir di antara para raja dari sembilan negara bagian Malaysia yang masih
dipimpin raja. Empat negara bagian lain tak dipimpin oleh raja. Malaysia
merupakan salah satu kerajaan yang menganut sistem Pergiliran kekuasaan. Lihat
Yang di-Pertuan Agong, http://id.wikipedia.org/wiki/Yang_di-Pertuan_Agong
[2]
Sistem Pemerintahan di Malaysia,
http://oneforallblog.blogspot.com/2008/12/sistem-pemerintahan-di-malaysia.html
[3]4http://wikimediafoundation.org/wiki/Special:LandingCheck?landing_page=WMFJA1&language=en&country=ID&utm_source=20101202_JA006A_EN&utm_medium=sitenotice&utm_campaign=20101202JA008
[4]5Hukum
Keluarga Islam Di Malaysia,http://fathudin.blogspot.com /2010/02/
hukum-keluarga- islam- di-malaysia.html
[5] Tahir
Mahmood, 1987, hal. 221
[6] Malaysia, Brunei, Singapore termasuk Indonesia
merupakan negara di bagian Asean yang sebagian besar menganut mazhab Syafi‟i,
Tahir Mahmood, 1972, hal. 199, dalam edisi 1987, Tahir Mahmood menyebutkan
Malaysia sebagai pusat pengembangan dari mazhab Syafi‟i, Tahir Mahmood, 1987,
hal. 219.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar