INDONESIA
Oleh SUGIRI PERMANA
Oleh SUGIRI PERMANA
Indonesia merupakan
negara kepulauan dengan penduduk mayoritas muslim dan merupakan penduduk muslim
terbesar di antara negra-negara yang berpenduduk muslim. Dengan jumlah penduduk
228,582,000 jiwa, 86,1 % nya adalah muslim. Sebagian besar muslim di Indonesia
merupakan golongan sunni dengan mayoritas menganut mazhab Syafi‟i. Banyak teori yang mengemukakan bahwa
masyarakat muslim di Indonesia bermazhab Syafi‟i.
Tahir Mahmood
menyebutkan Malaysia sebagai pusat pengembangan dari mazhab Syafi‟i,Dari sudut pandang sejarah, meskipun
terjadi silang pendapat mengenai Islam masuk ke Indonesia baik menurut abad ke
tujuh menurut versi sejarawan muslim atau abad ke empat belas menurut versi
sejarah Barat, menurut Amir Syarifudin[1],
ternyata yang berkembang di Indonesia adalah mazhab Syafi‟i.[2]
Setidaknya ada dua
kondisi yang memberikan dukungan terhadap perkembangan mazhab Syafi‟i di Indonesia di mana perkembangan Islam
di Indonesia (bila memakai teori pertama) pada abad 12 -13 Masehi, menunjukkan
bahwa masa tersebut adalah masa di mana perkembangan hukum Islam sedang
mengalami stagnan dan mengarah pada pintu ijtihad yang tertutup. Kedua
disinyalir bahwa para penyebar Islam waktu itu mereka yang bermazhab Syafi‟i.[3]Demikian
juga dengan para kyai sepertinya dengan “sengaja” lebih mengutamakan ajaran dan
pendekatan tentang hukum-hukum Islam yang dikembangkan oleh Imam Syafi‟i bila dibandingkan dengan kitab-kita
lainnya.[4]
Kedudukan Wali dalam Hukum Keluarga di
Indonesia
Hukum keluarga di
Indonesia telah hadir sejak tahun 1882, yakni sejak Stb 152 Tahun 1882 di mana
pemerintah Hindia Belanda mengakui keberadaan peradilan agama sebagai lembaga
peradilan yang menyelesaikan sengketa hukum keluarga berkenaan dengan nikah,
talak, waris dan waqaf. Sedangkan dalam segi hukum materiil, baru muncul pada
tahun 1971 yaitu dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan dan Peraturan Pemerintah Nomor: 9 Tahun 1975. Sebenarnya sebelum
undang-undang perkawinan lahir, telah ada ketentuan mengenai pencatatan nikah
dan sanksinya yaitu Undang-Undang Nomor 22 Tahuun 1946 tentang Pencatatan Nikah,
Talak, Cerai dan Rujuk. Akan tetapi ketentuan ini kurang efektif dan ternyata
undang-undang perkawinan yang dianggap sebagai cikal bakal hukum keluarga di
Indonesia. Selain undang-undang perkawinan, sumber hukum keluarga di Indonesia
adalah Kompilasi Hukum Islam. Meskipun landasannya KHI ini adalah Inpres Nomor
1 Tahun 1991, namun dalam pelaksanaannya sudah menjadi bagian dari living
law bahkan kedudukannya sudah menjadi bagian penting dari berbagai
yurisprudensi Mahkamah Agung RI.
30 Rumadi, Post Tradisionalisme Islam,
Wacana Intelektualisme dalam Komunitas NU Seri Penerbitan Hasil Penelitian
Kompetitip Depag RI, (Jakarta: Direktorat Pendidikan Tinggi Islam –Direktorat
Jenderal Pendidikan Islam Depag RI 2007), h. 67-68 31 Zamaksyari Dhofier, Tradisi
Pesantren, StudiTentang Pandangan Hidup Kyai, (Jakarta : LP3ES, 1985), h.
149.
Ketentuan wali dalam hukum pernikahan di
Indonesia dapat ditemukan pada Kompilasi Hukum Islam mulai dari Pasal 20 sampai
Pasal 23. Wali merupakan rukun (hal yang mesti ada) dalam suatu perkawinan. Tidak
adanya wali dalam perkawinan menyebabkan pernikahannya batal. Wali terdiri dari
wali nasab dan wali hakim. Wali nasab adalah ayah, kakek dari pihak ayah,
kemudian laki-laki dari pihak saudara, dari pihak paman dan laki-laki dari pihak
saudara kakek. Wali Hakim dapat bertindak sebagai wali apabila tidak ada wali
bagi calon mempelai istri atau karena adlolnya (tidak mau menikahkan) wali yang
ada.
[1] 28Amir Syarifudin, Meretas Kebekuan Ijtihad,
Isu-isu Penting Hukum Islam Kontemporer di Indonesa, (Jakarta: Ciputat
Press, 2002), h. 27
[2] 29Pendapat yang menyatakan bahwa Islam datang ke
Indonesia sejak abad XIII, menyatakan bahwa orang-orang Arab bermazhab Syafi‟i
bermigrasi dan menetap di daerah India, kemudian mereka membawa Islam ke
Nusantara. Menurut Arnold yang menyatakan bahwa Islam Nusantara berasal dari
Coromandel dan Malabar menjelaskan bahwa ada kesamaan madzhab fiqh di antara
kedua wilayah (Coromandel dan Malabar dengan Nusantara) yaitu mayoritas
penduduknya bermazhab Syafi‟i,lihat Mumuh Muhsin Z, Teori Masuknya Islam ke
Nusantara Sebuah Diskusi Ulang, (Bandung:2007), h. 5
[3] Rumadi, Post
Tradisionalisme Islam, Wacana Intelektualisme dalam Komunitas NU Seri
Penerbitan Hasil Penelitian Kompetitip Depag RI, (Jakarta: Direktorat
Pendidikan Tinggi Islam –Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Depag RI 2007),
h. 67-68
[4] Zamaksyari Dhofier, Tradisi Pesantren,
StudiTentang Pandangan Hidup Kyai, (Jakarta : LP3ES, 1985), h. 149.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar